Ambon (Antara
Maluku) - Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Senin, menyidangkan permohonan
penetapan akta tidak dapat dieksekusi (non executable) Bupati Kepulauan
Aru non aktif, Teddy Tengko yang diajukan kuasa hukumnya, Yusril Izha
Mahendra pada 3 September 2012.
Sidang dipimpin hakim tunggal Syarifuddin itu hanya mendengarkan pendapat pakar hukum, masing-masing Prof. Mon Nirahua (Universitas Pattimura -Unpatti Ambon) DR. Mudzakkir, SH.MH ( dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia).
Selain itu DR. Choirul Huda ( Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta dan staf ahli bidang pemidanaan Kemendagri) .
Ketiga pakar hukum tersebut berpendapat putusan Mahkamah Agung (MA) No.161 K/ Pid.sus/2012 tertanggal 10 April 2012 memutuskan Teddy Tengko bersalah dan mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu batal demi hukum karena tidak memenuhi persyaratan pasal 197 ayat (1) huruf K KUHAP.
Putusan Kasasi MA tersebut mengabulkan tuntutan JPU yakni empat tahun penjara bagi Teddy, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan harus ganti rugi Rp5,3 miliar subsider dua tahun kurungan.
Ketiga pakar hukum tersebut berpendapat keputusan MA diketahui tidak memenuhi persyaratan dalam membuat putusan memidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP yang seharusnya juga memuat status terdakwa atau terpidana yakni "perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan".
Seperti diketahui dalam putusan pengadilan yang berisi memidana dibuat berdasarkan ketentuan pasal 197 ayat (1) KUHAP dan jika tidak mematuhi ketentuan tersebut oleh pasal 197 ayat (2) KUHAP dinyatakan "mengakibatkan batal demi hukum".
Karena itu demi tegaknya kepastian maupun keadilan hukum, maka PN di tempat mana putusan pertama diperiksa dan diadili, dalam hal ini PN Ambon memiliki kewenangan untuk menerbitkan penetapan akta non executable ata non eksekutorial terhadap putusan MA No.161 K/Pid.Sus/2012 tanggal 10 April 2012 yang menurut hukum dinyatakan batal demi hukum.
Pembelajaran
Kuasa hukum Teddy Tengko, Yusril Izha Mahendra menyatakan, permohonan penetapan akta tidak dapat dieksekusi ( non executable ) merupakan pembelajaran terhadap JPU yang selama ini di Maluku tidak pernah ada.
"Kami tidak bermaksud mengajukan permohonan kepada PN Ambon untuk membatalkan putusan MA tersebut, namun semata - mata adalah penetapan akta tidak dapat dieksekusi ( non executable ) bagi Teddy Tengko," ujarnya.
Dia menyatakan bila jaksa bersikeras melakukan eksekusi terhadap kliennya ( Teddy), maka itu sama saja dengan melanggar UUD 1945 maupun KUHAP.
"Itu bila terjadi (eksekusi), maka melanggar hak kemerdekaan yang dijamin UUD 1945 maupun KUHAP dan jaksanya siap dilaporkan ke Mabes Polri," tandas Yusril.
Hakim tunggal Syarifuddin menangguhkan persidangan hingga 12 September 2012 dengan agenda membacakan putusan.
Teddy Tengko dinyatakan sebagai tersangka pada 10 Maret 2010, selanjutnya dinonaktifkan Mendagri Gamawan Fauzi pada 2 maret 2011.
SK pemberhentian sementara Teddy Tengko tertuang dalam surat keputusan Mendagri bernomor 131.81-151, berlaku sampai proses hukum terhadap yang bersangkutan selesai dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Majelis Hakim PN Ambon melalui putusan No 62/Pid.B/2011/PN.AB.- tertanggal 25 Oktober 2011 membebaskan Teddy Tengko terkait dugaan tindak pidana korupsi dana APBD Kabupaten Kepulauan Aru tahun anggaran 2006 - 2027 senilai Rp42,5 miliar.
Sidang dipimpin hakim tunggal Syarifuddin itu hanya mendengarkan pendapat pakar hukum, masing-masing Prof. Mon Nirahua (Universitas Pattimura -Unpatti Ambon) DR. Mudzakkir, SH.MH ( dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia).
Selain itu DR. Choirul Huda ( Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta dan staf ahli bidang pemidanaan Kemendagri) .
Ketiga pakar hukum tersebut berpendapat putusan Mahkamah Agung (MA) No.161 K/ Pid.sus/2012 tertanggal 10 April 2012 memutuskan Teddy Tengko bersalah dan mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu batal demi hukum karena tidak memenuhi persyaratan pasal 197 ayat (1) huruf K KUHAP.
Putusan Kasasi MA tersebut mengabulkan tuntutan JPU yakni empat tahun penjara bagi Teddy, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan harus ganti rugi Rp5,3 miliar subsider dua tahun kurungan.
Ketiga pakar hukum tersebut berpendapat keputusan MA diketahui tidak memenuhi persyaratan dalam membuat putusan memidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP yang seharusnya juga memuat status terdakwa atau terpidana yakni "perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan".
Seperti diketahui dalam putusan pengadilan yang berisi memidana dibuat berdasarkan ketentuan pasal 197 ayat (1) KUHAP dan jika tidak mematuhi ketentuan tersebut oleh pasal 197 ayat (2) KUHAP dinyatakan "mengakibatkan batal demi hukum".
Karena itu demi tegaknya kepastian maupun keadilan hukum, maka PN di tempat mana putusan pertama diperiksa dan diadili, dalam hal ini PN Ambon memiliki kewenangan untuk menerbitkan penetapan akta non executable ata non eksekutorial terhadap putusan MA No.161 K/Pid.Sus/2012 tanggal 10 April 2012 yang menurut hukum dinyatakan batal demi hukum.
Pembelajaran
Kuasa hukum Teddy Tengko, Yusril Izha Mahendra menyatakan, permohonan penetapan akta tidak dapat dieksekusi ( non executable ) merupakan pembelajaran terhadap JPU yang selama ini di Maluku tidak pernah ada.
"Kami tidak bermaksud mengajukan permohonan kepada PN Ambon untuk membatalkan putusan MA tersebut, namun semata - mata adalah penetapan akta tidak dapat dieksekusi ( non executable ) bagi Teddy Tengko," ujarnya.
Dia menyatakan bila jaksa bersikeras melakukan eksekusi terhadap kliennya ( Teddy), maka itu sama saja dengan melanggar UUD 1945 maupun KUHAP.
"Itu bila terjadi (eksekusi), maka melanggar hak kemerdekaan yang dijamin UUD 1945 maupun KUHAP dan jaksanya siap dilaporkan ke Mabes Polri," tandas Yusril.
Hakim tunggal Syarifuddin menangguhkan persidangan hingga 12 September 2012 dengan agenda membacakan putusan.
Teddy Tengko dinyatakan sebagai tersangka pada 10 Maret 2010, selanjutnya dinonaktifkan Mendagri Gamawan Fauzi pada 2 maret 2011.
SK pemberhentian sementara Teddy Tengko tertuang dalam surat keputusan Mendagri bernomor 131.81-151, berlaku sampai proses hukum terhadap yang bersangkutan selesai dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Majelis Hakim PN Ambon melalui putusan No 62/Pid.B/2011/PN.AB.- tertanggal 25 Oktober 2011 membebaskan Teddy Tengko terkait dugaan tindak pidana korupsi dana APBD Kabupaten Kepulauan Aru tahun anggaran 2006 - 2027 senilai Rp42,5 miliar.
Editor: John Nikita
COPYRIGHT © 2012
COPYRIGHT © 2012