Data Banding Kemiskinan di Kepulauan Aru
(Aras Nasional dan Internasional)
(Aras Nasional dan Internasional)
Oleh: Karel Ridolof Labok
(Mahasiswa Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW Salatiga)
Pada tahun 1993 saja, terdapat 1,3 miliar
manusia di dunia yang hidup dalam kemiskinan yang sangat ekstrim, dengan
pendapatan kurang dari 1 Dolar perhari.
Selama Maret 2009–Maret 2010, Garis
Kemiskinan penduduk Indonesia naik sebesar 5,72 persen, yaitu dari Rp.200.262,-
per kapita/bulan pada Maret 2009 menjadi Rp.211.726,- per kapita per bulan pada
Maret 2010.
Kemiskinan cenderung berproses
dalam bentuk siklus. Dalam ekonomi,
siklus
kemiskinan
adalah
"satuan
faktor
atau
kejadian
di mana
kemiskinan,
sekali dimulai,
kemungkinan akan
terus–kecuali
ada
intervensi
dari luar."
Siklus kemiskinan telah didefinisikan sebagai sebuah fenomena di mana keluarga miskin terperangkap
dalam kemiskinan selama setidaknya tiga generasi. Keluarga-keluarga yang telah membaik–terbatas atau tidak ada sumber
daya. Ada banyak kelemahan yang secara kolektif bekerja dalam proses melingkar sehingga hampir
mustahil bagi individu untuk mematahkan siklus. Hal ini terjadi ketika
orang miskin tidak memiliki sumber
daya yang diperlukan untuk keluar dari kemiskinan, seperti keuangan, pendidikan,
modal, atau koneksi. Dengan kata
lain, individu yang dilanda kemiskinan mengalami kerugian sebagai akibat dari kemiskinan mereka, yang pada gilirannya
meningkatkan
kemiskinan mereka. Ini akan berarti bahwa masyarakat miskin akan tetap miskin sepanjang
hidup mereka. Siklus ini juga telah disebut sebagai "pola"
perilaku dan situasi yang tidak dapat mudah berubah.
Seperangkat faktor atau kejadian di
mana kemiskinan, sekali dimulai, cenderung berlanjut kecuali ada intervensi
dari luar. Setelah suatu daerah atau seseorang telah menjadi miskin, hal ini
cenderung menyebabkan kekurangan lainnya, yang pada gilirannya mengakibatkan
kemiskinan selanjutnya. Situasi ini sering ditemukan di daerah dalam kota dan
daerah kumuh perkotaan, sehingga siklus kemiskinan sering disebut sebagai
perangkap pembangunan.
Kemiskinan tidak hanya dialami oleh
masyarakat negara-negara miskin dan negara berkembang, kemiskinan dapat tumbuh
subur di mana pun belahan dunia yang dihuni oleh manusia, termasuk di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun–kemiskinan mendapat lahan
subur untuk beranak–pinak. Saat ini diperkirakan lebih dari 35 juta warga
Amerika–sekitar 14 persen dari populasi hidup dalam kemiskinan. Tentu saja,
seperti semua statistik ilmu sosial lainnya, ini bukannya–tanpa kontroversi.
Perkiraan lainnya, menyatakan bahwa kemiskinan di Amerika Serikat naik dari
kisaran dari 10 persen menjadi 21 persen, fonis semacam ini pun, tergantung pada
kecenderungan sikap dan cara pandang serta kepentingan seseorang.
Inilah sebabnya mengapa banyak
sosiolog lebih suka menggunakan ukuran relatif, bukan sebuah definisi,
kemiskinan absolut.
Menurut definisi kemiskinan relatif,
di Amerika Serikat – orang miskin adalah
mereka yang tidak memiliki apa yang dibutuhkan oleh kebanyakan orang Amerika
untuk hidup layak karena mereka berpenghasilan kurang dari setengah pendapatan
rata-rata nasional. Dengan standar ini, sekitar 20 persen orang Amerika
hidup dalam kemiskinan, dan ini telah terjadi selama setidaknya 40 tahun
terakhir. Dari jumlah 20 persen tersebut, 60 persen berasal dari kelas pekerja
miskin.
Indonesia berada pada urutan ke-68 negara termiskin di dunia. Jumlah
penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33
persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah
32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta
jiwa. Penurunan ini lebih besar terjadi pada jumlah penduduk miskin di daerah
perkotaan daripada perdesaan. Selama periode Maret 2009–Maret 2010, penduduk
miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah
perdesaan berkurang 0,69 juta orang.
Kemiskinan sejauh ini, sudah harus dinilai
sebagai sebuah “Tragedi Kemanusiaan”.
Karena telah menyangkut hak paling asasi manusia dalam menikmati
kehidupan–tetapi tidak dinikmati sebagaimana mestinya, akibat adanya
kesenjangan yang sangat lebar antara manusia pada level miskin dan manusia pada
level lainnya yang memiliki harta yang sangat banyak. Sebagai ukuran, Gross Domestic Percapita (GDP) Indonesia
pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 5.490 Trilyun per 232.000.000 jiwa penduduk
Indonesia, sebanyak 20% (duapuluh per seratus) dinikmati oleh hanya 20 (duapuluh)
orang terkaya di Indonesia.
Data Biro Pusat Statistik (BPS)
mengklaim, pada periode Maret 2009–Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun
dari 2,50 pada Maret 2009 menjadi 2,21 pada Maret 2010. Demikian pula Indeks
Keparahan Kemiskinan turun dari 0,68 menjadi 0,58 pada periode yang sama.
Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran
penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Nilai Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah
perdesaan masih tetap lebih tinggi daripada perkotaan, sama seperti tahun 2009.
Pada Maret 2010, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya
1,57 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,80. Nilai Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) untuk perkotaan.
Jumlah keluarga miskin di Provinsi Maluku
mencapai 10,38 persen atau 31.990 keluarga dari total keluarga di provinsi
Maluku (307.984 keluarga).
Di Kepulauan Aru, jumlah keluarga miskin
mencapai 54,13 persen. angka kemiskinan di Kepulauan
Aru pada 2010 adalah
6.555 rumah tangga miskin dari penduduk sebanyak 83.634. Angka tersebut sangat ironis jika
dibandingkan dengan ketersediaan kekayaan sumber daya alamnya yang sangat
besar.
Potensi Sumber Daya Alam berupa komoditi
unggulan lokal bidang kelautan, sangat melimpah–merata di seluruh pulau-pulau
yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Aru, akibat dari pertemuan arus laut
antara laut-laut yang bersinggungan dan melingkari wilayah Kepulauan Aru
sehingga jumlah plankton tersedia dalam jumlah yang sangat banyak sebagai bahan
makanan bagi berbagai biota laut. Ironisnya, hampir rata-rata penduduk yang
mendiami wilayah-wilayah melimpah sumber daya itu, dinyatakan secara kuantitatif dalam data administrasi pemerintah
sebagai terpuruk dalam kemiskinan dan jauh tertinggal dari daerah lainnya.
Disisi lain, ketika pemerintah sedang disibukkan dengan vonis administratif
kemiskinan di meja-meja kerja mereka–masyarakat sedang menikmati berbagai
aktifitas kehidupan tanpa menghiraukan vonis kemiskinan yang melekat sebagai
statusnya. Kehidupan sehari-hari masyarakat berjalan seadanya dengan pemenuhan
kebutuhan konsumsi makan–minum–3 kali sehari – bahkan lebih, sandang, papan,
dan bahkan dapat membiayai studi anak-anak mereka hingga jenjang perguruan
tinggi – kendatipun anak-anak mereka harus single–fighter melawan nasib dirantau secara gigih tanpa
bantuan biaya yang terlalu berarti dari keluarga mereka.
Referensi:
Badan Pusat Statistik - Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XIII,
1 Juli 2010
Kameo, Daniel D.,
Kuliah Analisis Kebijakan Publik, Program
Pasca Sarjana, Magister Studi Pembangunan UKSW, Salatiga. 2011.
http://www.cliffsnotes.com/study_guide/Causes-and-Effects-of-Poverty.topicArticleId-26957,articleId-26882.html.
Cmd. 3789, Eliminating World Poverty (Laporan Resmi
mengenai Pembangunan Internasional, 1997), 1.24, hal. 20 dst, dalam Attfield,
Robin, The Ethics of The Global
Enfironment. Edinburgh University Press, 1999, hal. 161.
http://www.scribd.com/doc/40227855/Makalah-Masalah-Kemiskinan-Di-Indonesia
http://en.wikipedia.org/wiki/Cycle_of_poverty#cite_note-Hutchinson-0