Author: Jola Pollatu - Labok, S.Th.
BAGIAN KEDUA
Gaimar, Sebelum dan Sesudah Injil Ditabur.
Sebelum Tahun 1940
Dalam lintasan pengembaraan, dengan pola hidup masyarakat yang sering berpindah-pindah, berburu dan Meramu serta berbagai peristiwa dan kejadian fenomenal yang terjadi sebelum Injil di tabur, maka budaya kekafiran, kepercayaan terhadap Animisme dan Dinamisme merajai kehidupan masyarakat kala itu. Praktek-praktek budaya kekafiran yang dianut seperti percaya pada Pohon, Batu, Air, Binatang, Manusia dan benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib lainnya, lalu mendominasi manusia pada saat itu berdampak pada sikap dan perilaku mereka yang cenderung pada kekuasaan absolut dan menjadikan kelompok yang lemah dan tidak berdaya sebagai korban dari berbagai bentuk praktek tindak kekerasan dari mereka yang menganggap dirinya kuat dan berkuasa. Nyawa manusiapun tak lagi berharga ketika nafsu dan keserakahan menjadi algojo dalam perilaku dan pikiran manusia.
Ditengah maraknya budaya kekafiran sebelum Injil menjamah tanah Aru, orang-orang di Gaimar kala itu, mempelajari sesuatu yang sia-sia, menciptakan kehendak dan menyebar luaskan ajaran dan pemahaman mereka sendiri tentang “Jir-Jir Duai” yang mereka sembah. Allah Bapa Pencipta, menurut mereka, adalah suatu unsur klausal prima diluar kekuatan dan daya pikir manusia, yang sangat mustahil untuk dihampiri.
Komunitas yang pernah terbangun di kalangan mereka, sewaktu berada di “Kong-kongai” oleh Tuan Lengam, seorang sosok tokoh yang mereka tuankan, kemudian menjadi inspirasi terhadap lahirnya berbagai Budaya dan Adat, seperti : Kota, Tambaroro, Badendang, Darsoba, Kerja Bhakti, Kado, Sidang Adat, Tip Loy-Loy dan sebagainya, yang pada intinya sebagai bentuk pencarian sosok unsur Klausa Prima tadi, dengan berbagai kegaiban dan kebesarannya. Tempat, Bangunan Gereja, Model Tarian, dan Lagu-lagu yang menjadi bagian adat dan budayapun, mereka anggap sebagai sesuatu yang Sangat Sakral atau bernilai Religius-Magis. Katakanlah sebelum Injil masuk, Pusat Peradaban merajai, membudaya dan menyatu ibarat sisi sebuah mata uang logam. Orang lalu berada diantara dua pilihan yang sulit untuk memilih dan membedakan, antara mana yang baik dan mana yang buruk untuk dilakukannya, sehingga harus menempuh cara Kompromistis sebagai pilihan, hingga akhirnya, Injil masuk dan membumi dalam kehidupan mereka.
Tahun 1940-1950
Tanggal 21 Oktober 1940, di Derasiaan, lahir seorang anak laki-laki dari pasangan Lukas Apalem dan Martha Gurgurem, yaitu “Kabakan Apalem”. Kabakan, adalah orang pertama yang dibaptis ketika Injil masuk Garley, melalui Desa Doka Timur. Desa Doka Timur adalah Desa tetangga dengan Garley yang kala itu, telah lebih dulu menerima Injil dan menjadi Pos Pekabaran Injil. Karena kedekatan jarak antar Desa inilah, kemudian pembauran hubungan emosional kekerabatan dan kekeluargaan secara timbal balik. Pembauran inipun, mewujud dalam bentuk perkawinan antara masyarakat kedua desa. Pada tahun 1947, bertempat di Gereja Maranatha Doka Timur (sebuah gereja darurat kala itu), Guru Jemaat “Alfons” Melayani Baptisan Kudus Perdana kepada “Kabakan Apalem”, sebagai orang Gaimar pertama yang dibaptis. Saat itu, Kabakan berusia tujuh tahun. Oleh Alfons, Kabakan diberi nama baptisan “Welhelmus”.
Sejak saat baptisan perdana inilah, masyarakat di Garley, mulai memberi diri untuk di Baptis, Sidi dan Nikah. Tahun tersebut, terhitung sebagai waktu masuknya Injil secara resmi di Garley/Gaimar.
Tahun 1950-1960
Pada tahun 1951, Guru Jemaat J. Talahatu melaksanakan Baptisan Massal. Baptisan massal tersebut dapat terlaksana, berkat prakarsa dua orang warga masayarakat Garley, atas nama:
1. Timotius Gurgurem
- Lahir pada tahun ± 1920.
- Dibaptis pada tahun 1948.
- Menerima Sidi Gereja pada tahun 1950, dan
- Menikah pada tanggal 27 November 1949.
2. Nataniel Apalem
- Lahir pada tahun ± 1920.
- Dibaptis pada tahun 1948.
- Menerima Sidi Gereja pada tanggal 9 April 1952, dan
- Menikah pada tanggal 12 Juli 1951.
Baptisan massal ini, berawal dari pemanggilan kepada Timotius dan Nataniel ke Doka Barat oleh Polisi yang kala itu bertugas di Doka Barat. Tujuan pemanggilan ini, adalah untuk menghimbau kepada semua warga Gar-Ley, lewat kedua utusan tersebut, untuk menentukan pilihan dan memeluk suatu Agama yang mereka yakini. Didalam perjalanan itu, mereka berdua lalu sepakat untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Doka Barat, tetapi merekayasa sebuah surat yang ditujukan kepada masyarakat Garley, bunyi surat itu, sebagai berikut: “Diperintahkan oleh Pemerintah, kepada seluruh Warga Negara Indonesia untuk segera memeluk suatu Agama”.
Karena surat inilah, dengan menggunakan Perahu-perahu Belang sebagai alat angkut, semua warga masyarakat Gar-Ley berduyun-duyun menuju Doka Timur, untuk dibaptis secara massal. Sejak saat itu, ibadah-ibadah mulai dilakukan di Gar-Ley dengan Pos Pekabaran Injil-nya bertempat di Doka Timur.
Tahun 1960-1970
Pada tahun 1962, Pdt. J. Laisina melayani Sidi pada Welhelmus Apalem dan kemudian pada tahun 1964, ditahbiskan menjadi Majelis Jemaat, sekaligus bertugas sebagai Pengasuh di Gar-Ley.
Ditengah maraknya praktik-praktik kafirisme dan hinduisme, Injil terus berkembang di Garley. Sejak tahun 1950-1960-an, di Sepal-Ukin yang kemudian berganti nama dengan Gar-Ley, terjadi begitu banyak kematian anak-anak dan laki-laki dewasa. Begitu hebatnya kematian di Garley, sehingga pada tanggal 21 Desember 1966, dibawah pimpinan “Nataniel Apalem” sebagai Kepala Kampung dan “Jusuf Karatem” sebagai Guru Jemaat Doka Barat – Laininir, mereka lalu membawa hijrah masyarakat dari Gar-Ley, menuju Gar-Mar. Di dusun kecil ini, telah dibangun delapan buah rumah sebagai tempat penampungan di tepian anak sungai Sabola-Kongan.
Di Gar-Mar, masyarakat disambut oleh Pendeta Everadus Onaola, yang saat itu bertugas di Ngaibor. Jumlah jiwa Gar-Mar saat itu sebanyak 91 orang, yang terdiri dari: Laki-laki Dewasa 17 orang, Perempuan Dewasa 24 orang, Anak Laki-laki 24 orang, Anak Perempuan 26 orang, Janda 10 orang, Duda 1 orang dan Anak Piatu 24 orang.
Pelayanan berjalan dari tahun 1966 hingga tahun 1968, di Doka Timur – Gaimar. Baru pada tahun 1969, berdasarkan hasil Keputusan Sidang Klasis ke-I untuk daerah pesisir di Ngaibor, Gaimar ditetapkan sebagai sebuah Jemaat definitif, lepas dari Doka Timur, yang dipimpin oleh wakil Penghentar Jemaat, Penatua Lukas Longabilgair.
Tahun 1970-1980
Tahun 1970, dibangun sebuah Gereja Darurat, ber-atap rumbia dan berdinding gaba-gaba (pelepah daun pohon rumbia).
Gereja tersebut ditahbiskan pada tahun 1975, oleh Sekretaris Klasis Pulau-Pulau Aru, Bapak Pendeta Z. Yan, Sm.PAK. Bertindak selaku Wakil Penghentar Jemaat saat itu, adalah Penatua Kabakan Welhelmus Apalem.
Di Gedung Gereja Darurat ini, terbentuklah Wadah Wanita dan Wadah Pemuda Pertama di Jemaat GPM Gaimar, yang masing-masing dipimpin oleh Ibu Magdalena Apalem/Karelau dan Bapak Kace Apalem.
Tanggal 04 Agustus 1977, dibentuk Panitia Pembangunan Gedung Gereja Baru, sebagai pengganti Gedung Gereja Darurat. Yang menjabat selaku Ketua Panitia Pembangunan, adalah Soleman Sersian (Kepala Desa Gaimar), Wakil Ketua Welhelmus Apalem (Wakil Ketua Majelis Jemaat), Sekretaris Alexander Apalem (Sekretaris Desa), Bendahara Petrus Apalem (Masyarakat) Dengan Dana Awal Panitia, sebesar Rp. 350.000,- bersumber dari subsidi Desa, pada APBD Kebupaten Maluku Tenggara, Tahun Anggaran 1977/1978. Jumlah Penduduk Gaimar saat itu, 115 orang terdiri dari:
Laki-laki Dewasa : 15 orang.
Anak Laki-laki : 34 orang.
Perempuan Dewasa : 25 orang.
Anak Perempuan : 43 orang.
Tanggal 07 September 1977, Penatua Welhelmus Apalem, memimpin kegiatan pengambilan tiang bermula gereja baru, sesuai konsep acara yang telah disepakati bersama pada tanggal 04 September 1977, antara Panitia Pembangunan Gedung Gereja dengan Ketua Klasis Pp. Aru, Pendeta I. Ferdinandus.
Tahun 1980-1990
Setelah pengambilan tiang bermula, pekerjaan dihentikan sementara, sambil menunggu usaha penggalangan dana yang dilakukan oleh Panitia.
Modus usaha penggalangan dana oleh panitia pada saat itu, terdiri dari: Kegiatan Penjualan pom-pom, dendeng, keladi, sagu tumang dan daun siri. Setelah ± 6 tahun menanti, barulah pekerjaan Gereja ini dilanjutkan kembali, dengan terlebih dahulu diangkat seorang Kepala Tukang, Bapak Soleman Apalem pada tanggal 08 September 1983, untuk menangani Pekerjaan Pembangunan. Dengan dibantu oleh 11 orang tenaga aktif, dimulailah kegiatan pemahatan dari tanggal 17 Oktober 1983 – April 1984.
Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gedung Gereja, Tanggal 10 November 1985, oleh Penginjil Y. R. Wakim, Penghentar Jemaat Jerol bersama Pendeta M. Labetubun, Sm.Th., Penghentar Jemaat GPM Rebi, berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 209/A.1/I/1983.
Tanggal 26 Juni 1987, dimulai Pembangunan Gedung Gereja, dipimpin langsung oleh Ketua Klasis Pulau-pulau Aru, Pendeta I. Ferdinandus, sedangkan pembuatan bubungan Gedung Gereja dipimpin Penginjil, Y. R. Wakim pada tanggal 10 Agustus 1989.
Tahun 1990-2000
Tanggal 10 Mei 1995, Peletakkan Batu Alasan Mimbar Gereja Baru, dipimpin oleh Bapak Pendeta D. C. Soumokil. Kemudian, pada Tanggal 25 November 1996, acara pembongkaran atap Rumbia diganti dengan atap zenk, dipimpin Pdt. P. Lesyella, S.Th.
Tanggal 10 Januari 1998, pengadaan 40 buah bangku Gereja, yang dipercayakan pembuatannya kepada Jemaat GPM Doka Timur, sementara pengecatannya oleh Jemaat GPM Popjetur.
Kurun waktu 21 tahun, terhitung sejak tahun 1977 hingga tanggal 18 Oktober 1998, proses perjalanan panjang yang dilalui Jemaat Tuhan di Gaimar, untuk membangun sebuah Rumah Tuhan yang representatif yang ditahbiskan oleh Ketua dan Sekretaris Klasis Pulau-pulau Aru, Pendeta I. Ferdinandus dan Pendeta Z. Yan, Sm.PAK. Gedung Gereja ini berukuran 6 x 15 meter, dibangun diatas lahan seluas 25 x 50 m2, diberi nama Gedung Gereja “Rehoboth”. Pemimpin Ibadah Pentahbisan, adalah Bapak Pendeta J. Peea, S.Th.
Tahun 2000 sampai 2007.
Dengan sebuah Bangunan Gereja Permanen, rutinitas pelayanan ibadah pada setiap minggunya berjalan seadanya, dengan dipimpin oleh Majelis Jemaat.
Tanggal 28 Januari 2003, ditempatkan Marinus Singerin, A.Md.Teol., dalam rangka melaksanakan tugas Vikariat di Jemaat Gaimar. Kehadiran vikaris ini, memotivasi umat untuk menata kehidupan pelayanan menuju arah yang lebih baik. Selama satu tahun pelayanan Vikaris, Singerin berhasil merangkul anak negeri Gaimar di rantauan, diantaranya Bapak Jusuf Apalem dan isteri, Bapak P. Apalem dan Bapak M. Karelau, sehingga pada tahun 2003, secara bersama-sama membentuk Panitia Pembangunan Pastori Jemaat GPM Gaimar, yang dituangkan dalam Surat Keputusan Nomor: 01/KPTS/III.62/E4/2003.
Bertindak sebagai Ketua Panitia Beltasar Apalem dengan dibantu oleh Jusuf Apalem sebagai Sekretaris dan Julianus Gurgurem sebagai Bendahara. Dari kerja keras panitia tersebut, akhirnya pada tahun 2003, dimulailah Pembangunan Pastori Jemaat. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Pendeta P. Lesyella, S.Th. Pekerjaan ini sempat terhenti, setelah selesai masa tugas Vikaris Singerin. Walaupun pekerjaan fisik terhenti, namun panitia tetap berupaya untuk menggalang dana untuk kelanjutan pekerjaan.
Tahun 2005, sesuai SK BPH Sinode Nomor: 588/I/Pa, ditugaskan Pendeta Nona Jola Pollatu, S.Th., sebagai Pendeta Pertama di Jemaat GPM Gaimar. Serah Terima Jabatan Ketua Majelis Jemaat dari Wakil Ketua Majelis Jemaat, Bapak Penatua K. W. Apalem kepada Pdt. Nn. J. Pollatu, S.Th., dilakukan oleh BPK P.p. Aru, Pdt. C. M. Patikawa, S.Th., pada tanggal 14 Desember 2005. Serah Terima Jabatan ini, dilakukan setelah Selesainya Sidang Klasis ke-XXXIX Tahun 2006, di Jemaat GPM Popjetur, Kecamatan Aru Selatan.
Selama ± 40 tahun, berdirinya Jemaat GPM Gaimar sebagai Jemaat Definitif, baru pernah sekali ini, ditempatkan seorang pendeta. Sehingga, dengan dibantu oleh 3 orang Penatua, 3 orang Diaken dan 2 orang Tuagama, pekerjaan pelayanan mulai ditata, dengan melibatkan berbagai unsur terkait. Selama Tahun 2006, sistem kerja pelayanan mulai dibenahi dengan melakukan penataan dan pembenahan seputar Pengenalan Awal dan Penelitian, Pastoral, Penataan Administrasi Jemaat dan lanjutan penyelesaian pekerjaan Pastori Jemaat.
Atas perkenaan Tuhan Yesus Kristus Kepala Gereja, di bawah sorotan Tema : “Berubahlah Oleh Pembaruan Budimu” dan sub tema : “Bersama-sama mewujudkan komitmen Gereja dalam perspektif masyarakat beriman dan majemuk”, maka pada hari Minggu, 18 Maret 2007, bertempat di gedung Gereja Rehoboth Gaimar, ketika umat memasuki Usbu-usbu sengsara Tuhan Yesus yang ke-4, tepat pukul 16.00. WIT, dilaksanakan ibadah minggu dan Pembukaan Rapat Perdana, dipimpin langsung oleh Ketua Sentral Wilayah Aru Selatan, Bapak Pendeta C. M. Patikawa, S.Th., mewakili Badan Pekerja Klasis Pulau-pulau Aru. Rapat Perdana Jemaat tersebut, dihadiri oleh:
1. Peserta Biasa : 14 orang
2. Peserta Luar Biasa : 8 orang
3. Undangan : 25 orang
Rapat Perdana ini, menghasilkan enam buah keputusan, yaitu :
1. No. I/KPTS/RAPAT JEMAAT KE-1/2007 (Tentang: Daftar Nama Peserta Rapat Ke-1)
2. No. II /KPTS/RAPAT JEMAAT KE-1/ 2007 (Tentang: Jadwal Acara Rapat ke-1)
3. No. III /KPTS/RAPAT JEMAAT KE-1/2007 (Tentang: Laporan Pertanggung Jawaban Pelayanan dan keuangan Jemaat GPM Gaimar Thn 2006)
4. No. IV/KPTS/RAPAT JEMAAT KE-1/2007 (Tentang: Pembagian Komisi dan Rapat Komisi)
5. No. V/KPTS/RAPAT JEMAAT KE-1/2007 (Tentang: Program-program Pelayanan Jemaat Tahun 2007) dan
6. No. IV/KPTS/RAPAT JEMAAT KE-1/2007. (Tentang: APB Jemaat GPM Gaimar tahun 2007).
Setelah berjalan selama ± 4 tahun, akhirnya pada tanggal 01 Oktober 2007, Gedung Pastori Jemaat diresmikan, dilanjutkan dengan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Menara Lonceng Gereja Rehoboth.
Hal ini membuktikan bahwa sejarah Injil, terus tumbuh dan berkembang seiring kontinuitas gerakan pelayanan. Diharapkan tercapai target Pembaharuan dan Pertobatan secara signifikan yang melahirkan Generasi Gereja yang Takut akan Tuhan dan syalomisasi Allah menyelubungi seluruh bumi Jar Garia.
Komentar