Sumber Daya Alam dan Kemiskinan


Di Provinsi Maluku terdapat 12 pelabuhan perikanan dan Pemerintah membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta untuk pengelolaan lahan pelabuhan dalam hal operasional untuk membangun fasilitas pendukung proses industri pengolahan. Dari 12 pelabuhan diatas, terdapat 4 simpul pelabuhan yang dibangun swasta, yakni di Kota Tual, Ambon, Seram, dan Kepulauan Aru. Pelabuhan ikan swasta tersebut, akan dikembangkan untuk kegiatan ekspor perikanan secara langsung dengan pasokan kebutuhan baku dari nelayan. Pemerintah akan menempatkan syahbandar perikanan di pelabuhan swasta guna menjadi operator regulator.

Upaya Pemerintah untuk membangun infrastruktur dasar di bidang kelautan dan perikanan tersebut, tentu saja sangat bermanfaat dalam rangka memperbesar peluang masyarakat lokal untuk mengembangkan dan mengelola ketersediaan Sumber Daya Alam yang melimpah, sehingga dapat mendorong percepatan pembangunan manusia.
Indeks Pembangunan Manusia, adalah indikator pengukur kemajuan suatu pembangunan. Makin tinggi IPM suatu pembangunan, maka makin tinggi pula nilai capaian mengarah pada pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Ini semua tidak lepas dari peran aktif masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya yang tersedia, secara mandiri, kreatif, dan tertata baik, tanpa harus menanti untuk didorong oleh pihak lain, karena keterlibatan pihak lain (dalam hal ini pemerintah), telah menyediakan berbagai sarana pendukung.

Gambaran tentang ketersediaan Sumber Daya Alam Laut dan Pesisir di Provinsi Maluku, adalah berikut ini. Potensi produksi budidaya hasil laut yang dicapai dalam tahun 1983 di Maluku sebesar 88.068 ton, sedangkan dalam tahun 1982 adalah sebesar 84.018 ton, berarti mengalami kenaikan sebesar 4.042 ton atau rata-rata 5.41% per tahun. Apabila produksi yang dicapai dibandingkan dengan potensi lestari, ternyata tingkat ekploitasi terhadap sumber yang ada masih sangat rendah (under exploitation). Dengan adanya hal semacam ini perlu adanya pemikiran-pemikiran baru kearah peningkatan produksi.
Beberapa andalan sumber daya laut dan pesisir yang saat ini jadi primadona lokal, nasional dan internasional, diantaranya, Rumput laut sebagai salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, bernilai ekonomis tinggi, mudah dibudidayakan, modal kecil, dapat dikerjakan oleh siapa saja, waktu budidaya singkat dan memiliki prospek pasar yang baik serta dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat pantai. Rumput laut merupakan salah satu komoditas perdagangan internasional yang telah diekspor ke lebih dari 30 negara. Daerah penyebaran budidaya rumput laut di Provinsi Maluku tersebar di enam kabupaten yaitu Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat, dan Kepulauan Aru. Produksi rumput laut pada tahun 2005 di Provinsi Maluku sebesar 600,8 ton dengan nilai produksinya RP. 1.658.875.000 dengan frekuensi penanaman enam kali setahun. Hasil ini masih jauh dari yang diharapkan mengingat besarnya potensi usaha budidaya rumput laut. Berdasarkan karakteristik daerah dan ketersediaan sumberdaya, maka diharapkan kawasan pengembangan sentra perikanan di Provinsi Maluku adalah: Seram Bagian Barat: Teluk Kotania; Kepulauan Aru: Pulau Wamar, Pulau Wokam, Pulau Kola, Pulau Maekor, dan Pulau Trangan; Maluku Tenggara: Kei Kecil; Maluku Tengah: Teluk Tuhaha (P. Saparua) dan (P. Nusalaut); Maluku Tenggara Barat: Saumlaki.

Potensi perairan tersebut mempunyai daya penggerak dalam pertumbuhan perekonomian daerah dimasa-masa yang akan datang. Dikatakan demikian karena selama ini telah menunjukkan peranan sub sektor perikanan didalam pembangunan daerah; tidak hanya terbatas dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat daerah atau dalam negeri, akan tetapi juga mencapai pasaran luar negeri (ekspor) dan menghasilkan tambahan devisa bagi negera. Lebih jauh daripada itu, kemajuan-kemajuan yang dicapai dapat pula menyentuh sampai kepada menaikkan pendapatan nelayan, menyediakan pasaran, menciptakan kesempatan kerja serta menciptakan tabungan untuk pembangunan ekonomi diluar kepentingan sub sektor perikanan itu sendiri.
Di daerah Maluku sampai saat ini terdapat perkembangan yang pesat dalam pembudidayaan tiram mutiara sebagai salah satu ikon produksi perikanan yang penting. Karena selain Mutiara, cangkang kulitnyapun dapat dipasarkan ke luar negeri. Terdapat 5 perusahaan yang bergerak dalam bidang budidaya tiram mutiara di laut, antara lain PT. Maluku Pearl Development dengan lokasi Kepulauan Aru; PT. Maney Southern Pearl dengan lokasi Kepulauan Aru; PT. Bacan dengan lokasi Pulau Bacan; CV. Chrisna Pearl dengan lokasi Kepulauan Aru; CV. Dobo Pearl dengan lokasi Kepulauan Aru. Dari data ini, terlihat bahwa lokasi Kepulauan Aru merupakan daerah yang sangat cocok dan sesuai untuk kegiatan budidaya tiram mutiara.
Dari berbagai gambaran tentang berbagai potensi Sumber Daya Alam diatas, tentu saja, tergambar jelas bagaimana mungkin masyarakat bisa terpuruk hidupnya dalam miskin, padahal mereka hidup dalam lumbung yang penuh. Jika alasan miskin hanya karena ketiadaan fasilitas dan transfer teknologi serta keterbatasan modal secara memadai, dapat diterima untuk beberapa jenis bisnis seperti budidaya mutiara dan membuka perusahaan perikanan besar. Tetapi jika alasan ini diterapkan untuk bidang usaha lainnya seperti budidaya rumput laut dan atau nelayan tangkap untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga dan pemasaran di pasar lokal dalam rangka menaikkan taraf hidup serta memacu pendapatan per kapita keluarga, maka alasan “tidak bisa”–harus ditolak, karena tidak dapat diterima secara logika.
Jika masyarakat dapat memacu pertumbuhan ekonomi keluarga sekaligus meningkatkan taraf hidup secara memadai dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia disekitar mereka, maka taraf kemiskinan dapat ditekan. Dalam kenyataan, masyarakat pribumi kepulauan aru selama ini, dapat memenuhi beberapa unsur yang menjadi indikator utama dinilai seseorang miskin–tidak miskin, misalnya sandang, pangan dan papan. Dengan memanfaatkan sumber daya disekitarnya, mereka berusaha keras memenuhi berbagai kebutuhan tersebut, walaupun hanya bermodal teknologi tepat guna dan tradisional. Di seluruh wilayah pedesaan yang memiliki lahan laut dan pesisir, masyarakat lokal melakukan budidaya teripang, rumput laut, mengambil dan memanfaatkan beberapa komoditi lokal yang memiliki nilai ekonomis tinggi untuk kemudian dijual dipasar lokal dengan harga yang cukup tinggi. Harga teripang di pasaran lokal berfariasi antara Rp. 300.000 hingga Rp. 1.500.000 per kg; Harga rumput laut berfariasi antara Rp. 5.000 hingga Rp. 17.000 per kg; harga kepiting dan ikan serta cangkang kerang mutiara juga memiliki nilai jual yang berfariasi antara Rp. 5.000 hingga Rp. 50.000. pendapatan dari pengumpulan berbagai komoditi tersebut per hari bisa mencapai minimal Rp. 50.000 per orang per hari atau minimal Rp. 1. 500.000 per orang per bulan. Dengan penghasilan sebesar minimal tersebut, hampir mustahil masyarakat pribumi di Kepulauan Aru dinyatakan miskin, tentu saja perlu dibuktikan dalam penelitian ini nantinya di lapangan. Jika miskin, pasti ada sebabnya, dan apa saja unsur-unsur yang menyebabkan kemiskinan itu?


Sumber Referensi: 

Harian Nasional Kompas , 03 Agustus 2010, hal.21.  

BKPMD Provinsi Maluku, http://www.bkpmd-maluku.com/

http://www.mustang89.com/literatur/